SEJARAH DESA
SEJARAH SINGKAT DESA CIPARAY
Berbeda dengan desa-desa lain, yang biasanya menyangkut seorang tokoh yang disebut Cikal Bakal yang mula-mula mengadakan babak-babak daerah dengan cara membuka hutan dan sebagainya, tetapi riwayat Desa Ciparay tidaklah demikian. Karena Desa Ciparay merupakan pecahan dari Desa Leuwimunding.
Jadi sebetulnya riwayat Desa Ciparay itu tidak lepas dari riwayat Desa Leuwimunding dan merupakan kelanjutan setelah peristiwa pembagian daerah.
Menurut riwayat, Desa Ciparay berumur ± 183 tahun, suatu kurun waktu yang relatif singkat menurut ukuran sejarah yang dimulai ketika Desa Leuwimunding dibawah Pemerintahan Kuwu yang bernama DEMANG CENTONG yang mempunyai 7 (tujuh) orang saudara.
Pada tahun 1832 M. Desa Leuwimunding yang daerahnya semakin luas oleh Kuwu Demang Centong dibagi-bagi kepada saudara-saudaranya itu, diantaranya Kampung Leuwimundingr, Kampung Lembur Sawah, Kampung Ambon dan Kampung Dukuh Asem diserahkan kepada 3 (tiga) orang saudaranya, yaitu Buyut MESNI, Buyut MESIH dan Buyut JIREK. Sejak itulah keempat kampung tersebut disatukan menjadi satu desa, “DESA CIPARAY“.
Sedangkan untuk daerah yang nantinya menjadi Desa Mirat diserahkan kepada Buyut OGEN dan daerah yang nantinya menjadi Desa Leuwikujang diserahkan kepada Buyut SANGGAN. Sedangkan sisanya tetap jadi Desa Leuwimunding yang pemerintahannya diteruskan oleh Kuwu Buyut KEDUNG.
Huludayeuh Desa Ciparay terletak di Kampung Leuwimundingr berupa BATU BUNDAR yang berlobang-lobang (logak) sebanyak 17 logak. Konon menurut riwayat, batu tersebut dahulu dipakai sebagai alat undian siapa-siapa diantara 3 saudara DEMANG CENTONG itu yang akan memerintah Desa Ciparay bergiliran sesuai dengan hasil undian tersebut. Caranya dengan main sasawahan (semacam permainan congklak zaman sekarang) pada batu berlobang tersebut.
Nama “DESA CIPARAY“ sendiri diambil dari sebuah Sungai (Cai/Ci dalam bahasa Sunda) yang mengalir didekat Huludayeuh yang mana di sungai tersebut banyak terdapat ikan-ikan kecil yang bentuknya panjang yang namanya ikan “PARAY“. Melihat kenyataan itu, maka setelah menyelesaikan pengundian tentang siapa yang akan menjadi Kuwu/Kepala Desa pertama, Kedua dan Ketiga dari ketiga saudara DEMANG CENTONG itu sekalian Desa Baru itu diberi nama “DESA CIPARAY“
Setelah ada Pemerintahan Desa Ciparay, keempat kampung di Desa Ciparay mengalami perkembangan yang cukup pesat. Kampung LEUWIMUNDINGR bertambah luas sehingga terbentuk Kampung KARANGANYAR. Kampung LEMBUR SAWAH berkembang menjadi Kampung DUKUH DAWUAN. Kampung AMBON berkembang menjadi Kampung NANGGEWER. Sedangkan Kampung DUKUH ASEM berkembang menjadi Kampung CIREONG dan Kampung MENCUT. Dari perkembangan perkampungan yang ada di Desa Ciparay kemudian muncul perkampungan baru yang diberi nama Kampung SUDIMAMPIR yang kini menjadi Kampung DUKUH BAHAR.
Di Desa Ciparay terdapat sebuah makam keramat yang disebut makam “BUYUT BOKOR“. Makam tersebut terletak di Kampung Leuwimundingr/Karanganyar yang diambil dari nama seoarang tokoh penyebar agama Islam di wilayah Leuwimunding jauh sebelum Desa Ciparay terbentuk. Ceritanya pada kurang lebih tahun 660 H. (1240 M) Ki Gedeng Leuwimunding yang bernama ARIA DIPASARA menjadi salah satu senopati Kerajaan Galuh (RAJAGALUH) yang masih beragama Hindu. Dalam peperangan dengan balatentara Islam dari Cirebon, Kerajaan Galuh Kalah dan akhirnya ARIA DIPASARA serta rakyat Leuwimunding masuk agama Islam. Dalam penyebaran agama Islam di Leuwimunding tidak terlepas dai jasa besar seorang ulama yang berasal dari Kudus yang bernama ABU BAKAR yang merupakan putra dari SYEKH JA“FAR SHODIK (Sunan KUDUS). Beliau menyebarkan agama Islam atas perintah Wali Sanga. Dari nama ABU BAKAR itulah timbul perkataan/ucapan “BUYUT BOKOR“ yang makamnya sampai saat ini banyak dikunjungi para peziarah yang datang tidak hanya dari dalam wilayah Kecamatan Leuwimunding saja, tetapi banyak juga yang datang dari luar wilayah Kecamatan Leuwimunding.
Selain Makam keramat tersebut diatas, masih ada beberapa makam keramat yang terdapat di Desa Ciparay walaupun tidak semasyhur makam “BUYUT BOKOR“. Makam-makam tersebut antara lain :
1. Makam Buyut ARSIDIN yang terletak di muara Sungai Ciparay dan Sungai Cikadongdong yang masuk wilayah Kampung Dukuh Bahar.
2. Makam Buyut NUNUK atau DALEM BRATA yang terletak di Sawah Nunuk Kampung Nanggewer.
3. Buyut PACE yang terletak di Tetelar (Tegalan di Kampung Mencut).
Menurut cerita orangtua dahulu, masyarakat Desa Ciparay sejak zaman dahulu hidup dari hasil bercocok tanam. Selain menanam padi dan palawija, tanaman tebu sudah mulai ditanam dan dijadikan usaha mata pencaharian oleh masyarakat Desa Ciparay jauh sebelum orang Belanda mendirikan pabrik-pabrik gula. Gula tebu buatan masyarakat Desa Ciparay dalam bentuk seperti gula kawung/gula aren.
Selain mata pencaharian diatas, masyarakat Desa Ciparay mempunyai kerajinan tangan yang berupa “RENDA” yang bahan bakunya dari benang yang dirajut dengan alat serupa jarum yang disebut “AHAK“.